Relawan Teknologi, Informasi dan Komunikasi Kabupaten Subang. dari kiri Wijaya kusuma, Iin dan Kukun Kurniawan |
Penggunaan teknologi dalam pendidikan memiliki manfaat signifikan, namun juga membawa dampak psikososial yang mempengaruhi proses belajar siswa. Salah satu dampak yang paling mencolok adalah fenomena "lost learning", di mana siswa mengalami penurunan kualitas pembelajaran akibat ketergantungan berlebihan pada teknologi.
Pertama, penggunaan teknologi yang tidak
terkontrol dapat mengurangi interaksi sosial langsung. Interaksi sosial adalah
komponen penting dalam perkembangan emosional dan kognitif siswa. Ketika siswa
lebih sering terisolasi dengan perangkat mereka, kesempatan untuk berinteraksi,
berkolaborasi, dan belajar dari teman sebaya berkurang, yang dapat menyebabkan
penurunan motivasi belajar.
Kedua, ketergantungan pada teknologi
dapat mempengaruhi kesehatan mental siswa. Terpapar layar dalam jangka waktu
yang panjang dapat menyebabkan kelelahan mata, gangguan tidur, dan kecemasan.
Selain itu, media sosial sering kali menciptakan tekanan untuk selalu tampil
sempurna, yang bisa memicu rasa rendah diri dan stres. Hal ini secara tidak
langsung dapat menghambat kemampuan belajar siswa dan menyebabkan lost
learning.
Ketiga, kualitas konten digital yang
dikonsumsi juga mempengaruhi proses belajar. Tidak semua konten yang tersedia
di internet memiliki nilai edukatif yang tinggi. Siswa yang kurang pandai
memilah informasi bisa terjebak dalam konten yang tidak relevan atau bahkan
misinformasi, yang akhirnya mengganggu proses pembelajaran mereka.
Akhirnya, akses teknologi yang tidak
merata juga berkontribusi pada lost learning. Siswa yang tidak memiliki akses
memadai ke perangkat teknologi dan internet mengalami kesulitan dalam mengikuti
pelajaran secara online, yang menyebabkan ketertinggalan belajar dibandingkan
teman-teman mereka yang lebih beruntung.
RTIK Subang merespon Lost Learning
Relawan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK-Red) Subang Merespon Fenomena ini
dimana era digital yang serba cepat ini, teknologi telah menjadi bagian
integral dari kehidupan sehari-hari, termasuk dalam dunia pendidikan.
Penggunaan teknologi seperti smartphone, tablet, dan platform pembelajaran
daring membuka peluang besar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Namun,
di sisi lain, tanpa pengelolaan yang bijak, teknologi juga membawa tantangan,
salah satunya adalah dampak psikososial yang dapat menyebabkan lost learning
pada siswa.
Sebagai penggiat
literasi digital Wijaya Kusuma yang juga Ketua Rtik kabupaten Subang, kita
menyadari bahwa teknologi adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, teknologi
memungkinkan akses luas ke informasi, memperkaya pengalaman belajar, dan
membantu siswa mengembangkan keterampilan abad ke-21. Namun, di sisi lain,
dampak psikososial dari penggunaan teknologi yang berlebihan, seperti kecanduan
gawai, kurangnya interaksi sosial, dan minimnya kontrol diri, dapat mengganggu
proses belajar siswa.
Fenomena lost
learning sering kali terjadi akibat distraksi digital. Ketika siswa lebih
banyak menghabiskan waktu di media sosial, bermain gim daring, atau mengonsumsi
konten hiburan daripada belajar, kualitas pendidikan mereka terancam menurun.
Hal ini diperparah oleh isolasi sosial yang mungkin dialami siswa ketika mereka
lebih banyak terhubung dengan dunia maya daripada dunia nyata. Kehilangan
interaksi tatap muka yang mendukung pembelajaran kolaboratif bisa membuat siswa
kurang percaya diri, kesulitan membangun empati, dan mengalami penurunan
motivasi belajar.
Selaras dengan Kukun Kurniawan Pengajar di salahsatu Sekolah Formal di Kabupaten Subang yang juga Sebagai penggiat literasi digital, tugas kita adalah menjadi fasilitator perubahan. Kita harus mengajarkan kepada siswa dan orang tua tentang pentingnya keseimbangan dalam penggunaan teknologi. Literasi digital bukan hanya tentang kemampuan teknis, tetapi juga tentang kesadaran dan etika dalam menggunakan teknologi. Membimbing siswa untuk memahami manfaat dan risiko teknologi, serta mendorong mereka untuk mengelola waktu layar dengan bijak, adalah langkah penting untuk mencegah lost learning.
Selain itu,
pendekatan holistik yang melibatkan sekolah, keluarga, dan masyarakat perlu
dilakukan untuk menciptakan ekosistem pembelajaran yang sehat. Aktivitas
literasi seperti membaca buku fisik, diskusi kelompok, dan kegiatan kreatif di
luar teknologi dapat menjadi alternatif yang membantu siswa menemukan kembali
semangat belajar.
Teknologi harus
menjadi alat yang memampukan, bukan penghambat. Dengan literasi digital yang
kuat, kita dapat membantu siswa mengatasi dampak psikososial teknologi dan
meminimalkan risiko lost learning. Pendidikan yang berbasis nilai, disiplin,
dan kolaborasi adalah kunci untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas
secara akademis, tetapi juga tangguh secara emosional dan sosial.
Ilustrasi, anak kecanduan Gadget |